Minggu, 18 Maret 2012

artikel psikologi 'PROSES KONSELING'

Secara umum, proses konseling terdiri dari tiga tahapan yaitu: (1) tahap awal (tahap mendefinisikan masalah); (2) tahap inti (tahap kerja); dan (3) tahap akhir (tahap perubahan dan tindakan).

A. Tahap Awal

Tahap ini terjadi dimulai sejak klien menemui konselor hingga berjalan sampai konselor dan klien menemukan masalah klien. Pada tahap ini beberapa hal yang perlu dilakukan, diantaranya :

· Membangun hubungan konseling yang melibatkan klien (rapport). Kunci keberhasilan membangun hubungan terletak pada terpenuhinya asas-asas bimbingan dan konseling, terutama asas kerahasiaan, kesukarelaan, keterbukaan; dan kegiatan.

· Memperjelas dan mendefinisikan masalah. Jika hubungan konseling sudah terjalin dengan baik dan klien telah melibatkan diri, maka konselor harus dapat membantu memperjelas masalah klien. Langkah ini dimaksudkan untuk mengenal kasus beserta gejala-gejala yang nampak. Dalam langkah ini pembimbing mencatat kasus-kasus yang perlu mendapat bimbingan dan memilih kasus mana yang akan mendapat bantuan terlebih dahulu.

· Membuat penaksiran dan perjajagan. Konselor berusaha menjajagi atau menaksir kemungkinan masalah dan merancang bantuan yang mungkin dilakukan, yaitu dengan membangkitkan semua potensi klien, dan menentukan berbagai alternatif yang sesuai bagi antisipasi masalah. Langkah prognosa ini ditetapkan berdasarkan kesimpulan dalam diagnosa, yaitu setelah ditetapkan masalah beserta latar belakangnya.

· Menegosiasikan kontrak. Membangun perjanjian antara konselor dengan klien, berisi : (1) Kontrak waktu, yaitu berapa lama waktu pertemuan yang diinginkan oleh klien dan konselor tidak berkebaratan; (2) Kontrak tugas, yaitu berbagi tugas antara konselor dan klien; dan (3) Kontrak kerjasama dalam proses konseling, yaitu terbinanya peran dan tanggung jawab bersama antara konselor dan konseling dalam seluruh rangkaian kegiatan konseling.

B. Inti (Tahap Kerja)

Setelah tahap Awal dilaksanakan dengan baik, proses konseling selanjutnya adalah memasuki tahap inti atau tahap kerja.

Pada tahap ini terdapat beberapa hal yang harus dilakukan, diantaranya :

· Menjelajahi dan mengeksplorasi masalah klien lebih dalam. Penjelajahan masalah dimaksudkan agar klien mempunyai perspektif dan alternatif baru terhadap masalah yang sedang dialaminya.

· Langkah selanjutnya adalah terapi terhadap masalah klien yaitu langkah pelaksanaan bantuan atau bimbingan. Langkah ini merupakan pelaksanaan apa-apa yang ditetapkan dalam langkah prognosa. Pelaksanaan ini tentu memakan banyak waktu dan proses yang kontinu dan sistematis serta memerlukan adanya pengematan yang cermat.

· Konselor melakukan reassessment (penilaian kembali), bersama-sama klien meninjau kembali permasalahan yang dihadapi klien.

· Menjaga agar hubungan konseling tetap terpelihara.

Hal ini bisa terjadi jika :

o Klien merasa senang terlibat dalam pembicaraan atau waancara konseling, serta menampakkan kebutuhan untuk mengembangkan diri dan memecahkan masalah yang dihadapinya.

o Konselor berupaya kreatif mengembangkan teknik-teknik konseling yang bervariasi dan dapat menunjukkan pribadi yang jujur, ikhlas dan benar – benar peduli terhadap klien.

o Proses konseling agar berjalan sesuai kontrak. Kesepakatan yang telah dibangun pada saat kontrak tetap dijaga, baik oleh pihak konselor maupun klien.

C. Akhir (Tahap Tindakan)

Pada tahap akhir ini terdapat beberapa hal yang perlu dilakukan, yaitu :

· Konselor bersama klien membuat kesimpulan mengenai hasil proses konseling.

· Menyusun rencana tindakan yang akan dilakukan berdasarkan kesepakatan yang telah terbangun dari proses konseling sebelumnya.

· Mengevaluasi jalannya proses dan hasil konseling (penilaian segera). Langkah ini dimaksudkan untuk menilai atau mengetahui sampai sejauh manakah langkah terapi yang telah dilakukan telah mencapai hasilnya.

· Membuat perjanjian untuk pertemuan berikutnya

Pada tahap akhir ditandai beberapa hal, yaitu:

(1) Menurunnya kecemasan klien

(2) Perubahan perilaku klien ke arah yang lebih positif, sehat dan dinamis

(3) Pemahaman baru dari klien tentang masalah yang dihadapinya, dan

(4) Adanya rencana hidup masa yang akan datang dengan program yang jelas.

DAFTAR PUSTAKA

Djumhur, I. Bimbingan & Penyuluhan Di Sekolah. Bandung: CV. Ilmu, 1975
Sudrajat, Akhmad.

Artikel Psikologi Sosial 'Trend Komunitas Motor di Kalangan Remaja'

Disekitar kita Akhir ± akhir ini trend Komunitas Motor sedang sangat populer dan marakdi kalangan remaja. Di setiap kota setidaknya ada beberapa komunitas motor yangkebanyakan anggotanya adalah para remaja. Tidak bisa dipungkiri bahwa motor bagi remajatidak hanya sebuah moda transportasi, tetapi juga sebuah identitas dalam berinteraksisosial. Mereka mengkotak ± kotakkan kelas mereka atau status sosial mereka dalamsebuah komunitas motor tersebut. Sebagian remaja mengatakan bahwa mereka ingindikenal dan mendapat pengakuan dalam pergaulan sehingga mereka mendirikan komunitasmotor tersebut. Karena komunitas motor diasosiasikan dengan sesuatu yang µkeren¶ dalampergaulan dan sesuatu hal yang wajib untuk memperoleh tempat/ status sosial dalampergaulan. Oleh karena itu perkembangan komunitas motor di Indonesia setiap tahunnyasemakin bertambah dengan cepat karena pengaruh media dan lingkungan sosial.Dalam pergaulan remaja saat ini terdapat banyak hal yang terjadi akibat dari interaksisosial yang dipengaruhi oleh lingkungan, trend remaja dan tontonan melalui berbagai media.Interaksi tersebut mengakibatkan berbagai perubahan yang terjadi di kalangan remaja baikdalam sikap, cara berpikir hingga gaya hidup. Meskipun terdapat hal yang positif, namunfakta yang menunjukkan dalam realitas remaja lebih menunjukkan hal yang negatif. Karenadi usia tersebut cara berpikir mereka belum dewasa sehingga sering terjadi perilaku negatif yang biasa kita saksikan seperti perkelahian antar komunitas motor, perselisihan dengankeluarga hingga tindakan kriminal. Contohnya dari beberapa remaja yang masih sekolahmenunjukkan bahwa mereka lebih suka keluar larut malam untuk µnonkrong¶ bersamakomunitas motornya dibandingkan untuk belajar/ hal akademik lainnya. Sehingga haltersebut membuat hubungan antara remaja tersebut dengan orang tua mereka menjadikurang harmonis dan berdampak negatif seperti membohongi orang tua. Hal lain yangterjadi adalah tingkah laku sebagian remaja yang mengikuti komunitas motor menjadi lebihsuka berinteraksi dengan sesama komunitasnya, sehingga menjadi pribadi yang apatisterhadap hal lain di sekitar/di luar mereka yang mereka anggap kurang menarik. Hal ituhanyalah beberapa contoh realitas yang terjadi pada komunitas motor yang sedang marakdi kalangan remaja. Selebihnya, masih banyak lagi.Kesimpulannya, saat ini para remaja sudah menjadikan komunitas motor sebagai rumahkedua dan keluarga kedua mereka dalam pergaulan. Dalam komunitas tersebut para remajamencari pengakuan dan jadi diri untuk mendapatkan tempat dalam pergaulan. Sehinggaterjadi interaksi sosial yang mempengaruhi tingkah laku, pemikiran hingga gaya hidupremaja ± remaja tersebut. Interaksi sosial terebut bisa dilihat seperti dalam pergaulankomunitas motor di kalangan remaja saat ini yang berada di sekitar kita

Artikel Perkembangan Psikologi Remaja

Penyesuaian diri merupakan salah satu persyaratan penting bagi terciptanya kesehatan jiwa/mental individu. Banyak individu yang menderita dan tidak mampu mencapai kebahagiaan dalam hidupnya, karena ketidak-mampuannya dalam menyesuaikan diri, baik dengan kehidupan keluarga, sekolah, pekerjaan dan dalam masyarakat pada umumnya. Tidak jarang pula ditemui bahwa orang-orang mengalami stres dan depresi disebabkan oleh kegagalan mereka untuk melakukan penyesaian diri dengan kondisi yang penuh tekanan.

Pengertian

Pengertian penyesuaian diri pada awalnya berasal dari suatu pengertian yang didasarkan pada ilmu biologi yang di utarakan oleh Charles Darwin yang terkenal dengan teori evolusinya. Ia mengatakan: "Genetic changes can improve the ability of organisms to survive, reproduce, and, in animals, raise offspring, this process is called adaptation".(Microsoft Encarta Encyclopedia 2002).

Sesuai dengan pengertian tersebut, maka tingkah laku manusia dapat dipandang sebagai reaksi terhadap berbagai tuntutan dan tekanan lingkungan tempat ia hidup seperti cuaca dan berbagai unsur alami lainnya. Semua mahluk hidup secara alami dibekali kemampuan untuk menolong dirinya sendiri dengan cara menyesuaikan diri dengan keadaan lingkungan materi dan alam agar dapat bertahan hidup. Dalam istilah psikologi, penyesuaian (adaptation dalam istilah Biologi) disebut dengan istilah adjusment.

Adjustment itu sendiri merupakan suatu proses untuk mencari titik temu antara kondisi diri sendiri dan tuntutan lingkungan (Davidoff, 1991). Manusia dituntut untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial, kejiwaan dan lingkungan alam sekitarnya. Kehidupan itu sendiri secara alamiah juga mendorong manusia untuk terus-menerus menyesuaikan diri.

Berdasarkan uraian di atas dapat dikatakan bahwa penyesuaian diri merupakan suatu proses dinamis yang bertujuan untuk mengubah perilaku individu agar terjadi hubungan yang lebih sesuai antara diri individu dengan lingkungannya. Atas dasar pengertian tersebut dapat diberikan batasan bahwa kemampuan manusia sanggup untuk membuat hubungan-hubungan yang menyenangkan antara manusia dengan lingkungannya.

Aspek-aspek Penyesuaian Diri

Pada dasarnya penyesuaian diri memiliki dua aspek yaitu: penyesuaian pribadi dan penyesuaian sosial. Untuk lebih jelasnya kedua aspek tersebut akan diuraikan sebagai berikut :

1. Penyesuaian Pribadi

Penyesuaian pribadi adalah kemampuan individu untuk menerima dirinya sendiri sehingga tercapai hubungan yang harmonis antara dirinya dengan lingkungan sekitarnya. Ia menyadari sepenuhnya siapa dirinya sebenarnya, apa kelebihan dan kekurangannya dan mampu bertindak obyektif sesuai dengan kondisi dirinya tersebut. Keberhasilan penyesuaian pribadi ditandai dengan tidak adanya rasa benci, lari dari kenyataan atau tanggungjawab, dongkol. kecewa, atau tidak percaya pada kondisi dirinya. Kehidupan kejiwaannya ditandai dengan tidak adanya kegoncangan atau kecemasan yang menyertai rasa bersalah, rasa cemas, rasa tidak puas, rasa kurang dan keluhan terhadap nasib yang dialaminya.

Sebaliknya kegagalan penyesuaian pribadi ditandai dengan keguncangan emosi, kecemasan, ketidakpuasan dan keluhan terhadap nasib yang dialaminya, sebagai akibat adanya gap antara individu dengan tuntutan yang diharapkan oleh lingkungan. Gap inilah yang menjadi sumber terjadinya konflik yang kemudian terwujud dalam rasa takut dan kecemasan, sehingga untuk meredakannya individu harus melakukan penyesuaian diri.

2. Penyesuaian Sosial

Setiap iindividu hidup di dalam masyarakat. Di dalam masyarakat tersebut terdapat proses saling mempengaruhi satu sama lain silih berganti. Dari proses tersebut timbul suatu pola kebudayaan dan tingkah laku sesuai dengan sejumlah aturan, hukum, adat dan nilai-nilai yang mereka patuhi, demi untuk mencapai penyelesaian bagi persoalan-persoalan hidup sehari-hari. Dalam bidang ilmu psikologi sosial, proses ini dikenal dengan proses penyesuaian sosial. Penyesuaian sosial terjadi dalam lingkup hubungan sosial tempat individu hidup dan berinteraksi dengan orang lain. Hubungan-hubungan tersebut mencakup hubungan dengan masyarakat di sekitar tempat tinggalnya, keluarga, sekolah, teman atau masyarakat luas secara umum. Dalam hal ini individu dan masyarakat sebenarnya sama-sama memberikan dampak bagi komunitas. Individu menyerap berbagai informasi, budaya dan adat istiadat yang ada, sementara komunitas (masyarakat) diperkaya oleh eksistensi atau karya yang diberikan oleh sang individu.

Apa yang diserap atau dipelajari individu dalam poroses interaksi dengan masyarakat masih belum cukup untuk menyempurnakan penyesuaian sosial yang memungkinkan individu untuk mencapai penyesuaian pribadi dan sosial dengan cukup baik. Proses berikutnya yang harus dilakukan individu dalam penyesuaian sosial adalah kemauan untuk mematuhi norma-norma dan peraturan sosial kemasyarakatan. Setiap masyarakat biasanya memiliki aturan yang tersusun dengan sejumlah ketentuan dan norma atau nilai-nilai tertentu yang mengatur hubungan individu dengan kelompok. Dalam proses penyesuaian sosial individu mulai berkenalan dengan kaidah-kaidah dan peraturan-peraturan tersebut lalu mematuhinya sehingga menjadi bagian dari pembentukan jiwa sosial pada dirinya dan menjadi pola tingkah laku kelompok.

Kedua hal tersebut merupakan proses pertumbuhan kemampuan individu dalam rangka penyesuaian sosial untuk menahan dan mengendalikan diri. Pertumbuhan kemampuan ketika mengalami proses penyesuaian sosial, berfungsi seperti pengawas yang mengatur kehidupan sosial dan kejiwaan. Boleh jadi hal inilah yang dikatakan Freud sebagai hati nurani (super ego), yang berusaha mengendalikan kehidupan individu dari segi penerimaan dan kerelaannya terhadap beberapa pola perilaku yang disukai dan diterima oleh masyarakat, serta menolak dan menjauhi hal-hal yang tidak diterima oleh masyarakat.

Pembentukan Penyesuaian Diri

Penyesuaian diri yang baik, yang selalu ingin diraih setiap orang, tidak akan dapat tercapai, kecuali bila kehidupan orang tersebut benar-benar terhindar dari tekanan, kegoncangan dan ketegangan jiwa yang bermacam-macam, dan orang tersebut mampu untuk menghadapi kesukaran dengan cara objektif serta berpengaruh bagi kehidupannya, serta menikmati kehidupannya dengan stabil, tenang, merasa senang, tertarik untuk bekerja, dan berprestasi.

Pada dasarnya penyesuaian diri melibatkan individu dengan lingkungannya, pada penulisan ini beberapa lingkungan yang dianggap dapat menciptakan penyesuaian diri yang cukup sehat bagi remaja, diantaranya adalah sebagai berikut:

a. Lingkungan Keluarga

Semua konflik dan tekanan yang ada dapat dihindarkan atau dipecahkan bila individu dibesarkan dalam keluarga dimana terdapat keamanan, cinta, respek, toleransi dan kehangatan. Dengan demikian penyesuaian diri akan menjadi lebih baik bila dalam keluarga individu merasakan bahwa kehidupannya berarti.

Rasa dekat dengan keluarga adalah salah satu kebutuhan pokok bagi perkembangan jiwa seorang individu. Dalam prakteknya banyak orangtua yang mengetahui hal ini namun mengabaikannya dengan alasan mengejar karir dan mencari penghasilan yang besar demi memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga dan menjamin masa depan anak-anak. Hal ini seringkali ditanggapi negatif oleh anak dengan merasa bahwa dirinya tidak disayangi, diremehkan bahkan dibenci. Bila hal tersebut terjadi berulang-ulang dalam jangka waktu yang cukup panjang (terutama pada masa kanak-kanak) maka akan sangat berpengaruh terhadap kemampuan individu dalam menyesuaikan diri di kemudian hari. Meskipun bagi remaja hal ini kurang berpengaruh, karena remaja sudah lebih matang tingkat pemahamannya, namun tidak menutup kemungkinan pada beberapa remaja kondisi tersebut akan membuat dirinya tertekan, cemas dan stres.

Berdasarkan kenyataan tersebut diatas maka pemenuhan kebutuhan anak akan rasa kekeluargaan harus diperhatikan. Orang tua harus terus berusaha untuk meningkatkan kualitas pengasuhan, pengawasan dan penjagaan pada anaknya; jangan semata-mata menyerahkannya pada pembantu. Jangan sampai semua urusan makan dan pakaian diserahkan pada orang lain karena hal demikian dapat membuat anak tidak memiliki rasa aman.

Lingkungan keluarga juga merupakan lahan untuk mengembangkan berbagai kemampuan, yang dipelajari melalui permainan, senda gurau, sandiwara dan pengalaman-pengalaman sehari-hari di dalam keluarga. Tidak diragukan lagi bahwa dorongan semangat dan persaingan antara anggota keluarga yang dilakukan secara sehat memiliki pengaruh yang penting dalam perkembangan kejiwaan seorang individu. Oleh sebab itu, orangtua sebaiknya jangan menghadapkan individu pada hal-hal yang tidak dimengerti olehnya atau sesuatu yang sangat sulit untuk dilakukan olehnya, sebab hal tersebut memupuk rasa putus asa pada jiwa individu tersebut.

Dalam keluarga individu juga belajar agar tidak menjadi egois, ia diharapkan dapat berbagi dengan anggota keluarga yang lain. Individu belajar untuk menghargai hak orang lain dan cara penyesuaian diri dengan anggota keluarga, mulai orang tua, kakak, adik, kerabat maupun pembantu. Kemudian dalam lingkungan keluarga individu mempelajari dasar dari cara bergaul dengan orang lain, yang biasanya terjadi melalui pengamatan terhadap tingkah laku dan reaksi orang lain dalam berbagai keadaan. Biasanya yang menjadi acuan adalah tokoh orang tua atau seseorang yang menjadi idolanya. Oleh karena itu, orangtua pun dituntut untuk mampu menunjukkan sikap-sikap atau tindakan-tindkan yang mendukung hal tersebut.

Dalam hasil interaksi dengan keluarganya individu juga mempelajari sejumlah adat dan kebiasaan dalam makan, minum, berpakaian, cara berjalan, berbicara, duduk dan lain sebagainya. Selain itu dalam keluarga masih banyak hal lain yang sangat berperan dalam proses pembentukan kemampuan penyesuaian diri yang sehat, seperti rasa percaya pada orang lain atau diri sendiri, pengendalian rasa ketakutan, toleransi, kefanatikan, kerjasama, keeratan, kehangatan dan rasa aman karena semua hal tersebut akan berguna bagi masa depannya.

b. Lingkungan Teman Sebaya

Begitu pula dalam kehidupan pertemanan, pembentukan hubungan yang erat diantara kawan-kawan semakin penting pada masa remaja dibandingkan masa-masa lainnya. Suatu hal yang sulit bagi remaja menjauh dari temannya, individu mencurahkan kepada teman-temannya apa yang tersimpan di dalam hatinya, dari angan-angan, pemikiran dan perasaan. Ia mengungkapkan kepada mereka secara bebas tentang rencananya, cita-citanya dan dorongan-dorongannya. Dalam semua itu individu menemukan telinga yang mau mendengarkan apa yang dikatakannya dan hati yang terbuka untuk bersatu dengannya.

Dengan demikian pengertian yang diterima dari temanya akan membantu dirinya dalam penerimaan terhadap keadaan dirinya sendiri, ini sangat membantu diri individu dalam memahami pola-pola dan ciri-ciri yang menjadikan dirinya berbeda dari orang lain. Semakin mengerti ia akan dirinya maka individu akan semakin meningkat kebutuhannya untuk berusaha untuk menerima dirinya dan mengetahui kekuatan dan kelemahannya. Dengan demikian ia akan menemukan cara penyesuaian diri yang tepat sessuai dengan potensi yang dimilikinya.

c. Lingkungan Sekolah

Sekolah mempunyai tugas yang tidak hanya terbatas pada masalah pengetahuan dan informasi saja, akan tetapi juga mencakup tanggungjawab pendidikan secara luas. Demikian pula dengan guru, tugasnya tidak hanya mengajar, tetapi juga berperan sebagai pendidik yang menjadi pembentuk masa depan, ia adalah langkah pertama dalam pembentukan kehidupan yang menuntut individu untuk menyesuaikan dirinya dengan lingkungan.

Pendidikan modern menuntut guru atau pendidik untuk mengamati perkembangan individu dan mampu menyusun sistem pendidikan sesuai dengan perkembangan tersebut. Dalam pengertian ini berarti proses pendidikan merupakan penciptaan penyesuaian antara individu dengan nilai-nilai yang diharuskan oleh lingkungan menurut kepentingan perkembangan dan spiritual individu. Keberhasilan proses ini sangat bergantung pada cara kerja dan metode yang digunakan oleh pendidik dalam penyesuaian tersebut. Jadi disini peran guru sangat berperan penting dalam pembentukan kemampuan penyesuaian diri individu.

Pendidikan remaja hendaknya tidak didasarkan atas tekanan atau sejumlah bentuk kekerasan dan paksaan, karena pola pendidikan seperti itu hanya akan membawa kepada pertentangan antara orang dewasa dengan anak-anak sekolah. Jika para remaja merasa bahwa mereka disayangi dan diterima sebagai teman dalam proses pendidikan dan pengembangan mereka, maka tidak akan ada kesempatan untuk terjadi pertentangan antar generasi.

Artikel Psikoterapi dan Psikiatri

A. PSIKOTERAPI
1. Corsini (1989) merumuskan psikoterapi dengan definisi proses formal dari interaksi antara dua pihak dengan tujuan memperbaiki keadaan yang tidak menyenangkan (distress) karena ketidakmampuan dari beberapa aspek, diantaranya ; fungsi kognitif, afektif maupun fungsi perilaku.
2. Watson & Morse (1977) berpendapat bahwa psikoterapi dirumuskan sebagai bentuk khusus dari interaksi antara dua orang, pasien dan terapis, yang mana interaksi dimulai oleh pasien karena ia mencari bantuan psikologis.
3. Menurut Wolberg, Psikoterapi merupakan penanggulangan dengan car-cara psikologis atas masalah-masalah yang bersifat emosional dengan sengaja membangun relasi profesional antara terapis dengan klien.
4. Secara umum, tujuan dilakukan psikoterapi psikoterapi adalah sebagai berikut :
- Memperkuat motivasi untuk hal-hal yang benar.
- Mengurangi tekanan emosi melalui kesempatan untuk mengekspresikan perasaan yang mendalam.
- Membantu klien mengembangkan potensinya.
- Mengubah kebiasaan.
- Mengubah struktur kognitif individu.
- Meningkatkan pengetahuan dan kapasitas untuk dalam mengambil keputusan secara tepat.
- Meningkatkan pengetahuan diri (insight).
- Meningkatkan hubungan antar pribadi.
- Mengubah lingkungan sosial individu.
- Mengubah proses somatik supaya mengurangi rasa sakit dan meningkatkan kesadaran tubuh.
- Mengubah status kesadaran untuk mengembangkan kesadaran, kontrol dan kreatifitas diri.
5. Tahap – tahap psikoterapi :
- Wawancara awal.
- Proses terapi.
- Pengertian ke tindakan.
- Mengakhiri terapi.
6. Dalam setiap melakukan terapi dibutuhkan intervensi dasar untuk membina hubungan terapiutik yang profesional dengan kliennya.
7. Beberapa intervensi dasar yang perlu diketahui oleh terapis yaitu :
- Bertanya Þ bentuk intervensi termudah dan sederhana.
- Penjelasan Þ intervensi yang lebih bermakna.
- Eksklamasi Þ kata – kata atau gerakan yang menyatakan menyetujui, mengerti ataupun tidak menyetujui.
- Konfrontasi Þ dilakukan ketika sudah terbina hubungan baik antara terapis dengan klien.
- Interpretasi Þ asumsi bukan sebagai suatu fakta.
8. Menurut George and Cristiani (1981), terdapat cara – cara membina hubungan baik dengan klien :
- Membuka pertemuan awal dengan klien.
- Menyusun pertemuan.
- Mengakhiri wawancara awal.
9. Kondisi-kondisi tertentu yang diperlukan dalam psikoterapi menurut Korchin (1979) :
- Psikoterapi merupakan kesempatan untuk belajar kembali.
- Dalam psikoterapi, individu mengalami bukan hanya membicarakan pengalamannya.
- Hubungan yang menyembuhkan.
- Motivasi, keyakinan dan harapan klien perlu ada dalam tiap proses psikoterapi.
10. karakteristik psikoterapi meliputi :
- Hubungan antara terapis dan klien bersifat afektif Þ Eksplorasi perasaan dan persepsi subjek.
- Sifat hubungan intens Þ terjadi hubungan yang mendalam.
- Pertemuan bersifat pribadi Þ menjaga rahasia subjek.
- Dukungan Þ melakukan perubahan berikut segala resikonya.

B. PSIKIATRI
1. Psikiatri adalah suatu cabang ilmu kedokteran yang mempelajari aspek kesehatan jiwa serta pengaruhnya timbal balik terdapat fungsi-fungsi fisiologis organo-biologis tubuh manusia.
2. Ilmu psikiatri dibangun atas 4 fondasi dasar, yaitu:
- Dimensi Organo-biologis yaitu aspek pengetahuan tentang organ-organ tubuh serta fungsi fisiologis tubuh manusia khususnya yang berkaitan langsung dengan aspek kesehatan jiwa (seperti Sistem Susunan Saraf Pusat).
- Dimensi Psiko-edukatif yaitu aspek pengetahuan tentang perkembangan psikologis manusia serta pengaruh pendidikan-pengajaran terhadap seorang manusia sejak lahir hingga lanjut usia.
- Dimensi Sosial-Lingkungan yaitu aspek pengetahuan tentang pengaruh kondisi sosial-budaya serta kondisi lingkungan kehidupan terhadap derajat kesehatan jiwa manusia.
- Dimensi Spiritual-Religius yaitu aspek pengetahuan tentang pengaruh taraf penghayatan dan pengamalan nilai-nilai spiritual-religius terhadap derajat kesehatan jiwa manusia.

Sumber :
Gunarsa, S.D. 2004. Konseling dan Psikoterapi. Jakarta : BPK Gunung Mulia.
Wiramihardja, Sutarjo. 2007. Pengantar Psikologi Klinis. Bandung : Refika Aditama

Teori Kognitif Psikologi Perkembangan Jean Piaget

Pakar psikologi Swiss terkenal yaitu Jean Piaget (1896-1980) dalam buku Life Span Development: Perkembangan Masa Hidup, oleh John W. Santrok pada tahun 2002, mengatakan bahwa anak dapat membangun secara aktif dunia kognitif mereka sendiri. Piaget yakin bahwa anak-anak menyesuaikan pemikiran mereka untuk menguasai gagasan-gagasan baru, karena informasi tambahan akan menambah pemahaman mereka terhadap dunia.

Dalam pandangan Piaget, terdapat dua proses yang mendasari perkembangan dunia individu, yaitu pengorganisasian dan penyesuaian. Untuk membuat dunia kita diterima oleh pikiran, kita melakukan pengorganisasian pengalaman-pengalaman yang telah terjadi. Piaget yakin bahwa kita menyesuaikan diri dalam dua cara yaitu asimiliasi dan akomodasi.

Asimilasi terjadi ketika individu menggabungkan informasi baru ke dalam pengetahuan mereka yang sudah ada. Sedangkan akomodasi adalah terjadi ketika individu menyesuaikan diri dengan informasi baru.

Seorang anak 7 tahun dihadapkan dengan palu dan paku untuk memasang gambar di dinding. Ia mengetahui dari pengamatan bahwa palu adalah obyek yang harus dipegang dan diayunkan untuk memukul paku. Dengan mengenal kedua benda ini, ia menyesuaikan pemikirannya dengan pemikiran yang sudah ada (asimilasi). Akan tetapi karena palu terlalu berat dan ia mengayunkannya dengan keras maka paku tersebut bengkok, sehingga ia kemudian mengatur tekanan pukulannya. Penyesuaian kemampuan untuk sedikit mengubah konsep disebut akomodasi.

Piaget mengatakan bahwa kita melampui perkembangan melalui empat tahap dalam memahami dunia. Masing-masing tahap terkait dengan usia dan terdiri dari cara berpikir yang berbeda. Berikut adalah penjelasan lebih lanjut:

Tahap sensorimotor (Sensorimotor stage), yang terjadi dari lahir hingga usia 2 tahun, merupakan tahap pertama piaget. Pada tahap ini, perkembangan mental ditandai oleh kemajuan yang besar dalam kemampuan bayi untuk mengorganisasikan dan mengkoordinasikan sensasi (seperti melihat dan mendengar) melalui gerakan-gerakan dan tindakan-tindakan fisik.

Tahap praoperasional (preoperational stage), yang terjadi dari usia 2 hingga 7 tahun, merupakan tahap kedua piaget, pada tahap ini anak mulai melukiskan dunia dengan kata-kata dan gambar-gambar. Mulai muncul pemikiran egosentrisme, animisme, dan intuitif. Egosentrisme adalah suatu ketidakmampuan untuk membedakan antara perspektif seseorang dengan perspektif oranglain dengan kata lain anak melihat sesuatu hanya dari sisi dirinya.

Animisme adalah keyakinan bahwa obyek yang tidak bergerak memiliki kualiatas semacam kehidupan dan dapat bertindak. Seperti sorang anak yang mengatakan, “Pohon itu bergoyang-goyang mendorong daunnya dan daunnya jatuh.” Sedangkan Intuitif adalah anak-anak mulai menggunakan penalaran primitif dan ingin mengetahui jawaban atas semua bentuk pertanyaan. Mereka mengatakan mengetahui sesuatu tetapi mengetahuinya tanpa menggunakan pemikiran rasional.

Tahap operasional konkrit (concrete operational stage), yang berlangsung dari usia 7 hingga 11 tahun, merupakan tahap ketiga piaget. Pada tahap ini anak dapat melakukan penalaran logis menggantikan pemikiran intuitif sejauh pemikiran dapat diterapkan ke dalam cotoh-contoh yang spesifik atau konkrit.

Tahap operasional formal (formal operational stage), yang terlihat pada usia 11 hingga 15 tahun, merupakan tahap keempat dan terkahir dari piaget. Pada tahap ini, individu melampaui dunia nyata, pengalaman-pengalaman konkrit dan berpikir secara abstrak dan lebih logis.

Sebagai pemikiran yang abstrak, remaja mengembangkan gambaran keadaan yang ideal. Mereka dapat berpikir seperti apakah orangtua yang ideal dan membandingkan orangtua mereka dengan standar ideal yang mereka miliki. Mereka mulai mempersiapkan kemungkinan-kemungkinan bagi masa depan dan terkagum-kagum terhadap apa yang mereka lakukan.

Perlu diingat, bahwa pada setiap tahap tidak bisa berpindah ke ketahap berikutnya bila tahap sebelumnya belum selesai dan setiap umur tidak bisa menjadi patokan utama seseorang berada pada tahap tertentu karena tergantung dari ciri perkembangan setiap individu yang bersangkutan. Bisa saja seorang anak akan mengalami tahap praoperasional lebih lama dari pada anak yang lainnya sehingga umur bukanlah patokan utama.